Anjuran Bagi Yang Terlalu Lama Duduk Di Depan Komputer


Jagat makro dan jagad mikro, atau alam makro dan alam mikro, adalah salah satu falsafah cara pandang terhadap kehidupan di mana disimbolkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta terdapat pula di dalam diri seorang manusia. Alam makro adalah alam semesta, dan alam mikro adalah diri manusia. Falsafah ini menekankan bahwa manusia dan alam semesta adalah satu kesatuan yang saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi. Misalkan di alam ada gunung, danau, laut, dan langit, maka di dalam diri manusiapun ada yang serupa itu. Alam makro: Banyak awan akan menutupi cahaya matahari dan menimbulkan kegelapan; alam mikro: banyak pikiran negatif akan menutupi cahaya hati nurani dan hati akan menjadi gelap pikiranpun menjadi gelap. Alam makro: siang waktunya bekerja, malam waktunya tidur; alam mikro: iman naik dan turun, pas iman naik bekerjalah sekuatnya menyebar kebaikan, pas iman turun kurangi pekerjaan perbanyak ibadah. Dan seterusnya.

Tapi untuk para blogger contoh berikut mungkin yang paling pas:
Di alam terbuka angin berhembus karena perbedaan udara panas dan udara dingin. Semakin besar perbedaan suhu panas dan dinginnya, maka semakin besar pula pergerakan anginnya. Perbedaan suhu yang ekstrim akan menimbulkan badai dan tornado yang dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Demikian juga para kompasianer yang duduk terus menerus dalam jangka waktu lama di depan komputer. Bagian tubuh yang panas biasanya adalah: otak, mata, jari-jari tangan akibat mengetik, dan pantat, dan mungkin juga jantung kalau terlalu excited. Sebaliknya bagian-bagian tubuh lain cenderung menjadi dingin karena lama tidak digerakkan. Perbedaan suhu dalam tubuh ini dapat menimbulkan badai dan tornado dalam tubuh yang dapat merusak atau melemahkan organ-organ tubuh, atau minimal menimbulkan pusing kepala atau flu. Oleh karena itu prinsip keseimbangan harus tetap di jaga, sebagaimana juga di alam semesta. Jangan lupa untuk sering-sering bangun dari tempat duduk dan menggerak-gerakkan seluruh anggota tubuh mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki agar aliran darah lancar dan suhu tubuh merata kembali. Kalau perlu contohlah Agung Hercules yang kemana-mana membawa barbel.  Bawalah diri anda keluar rekreasi ke tempat yang kontur alamnya naik turun minimal sebulan sekali. Kalau nafas anda ngos-ngosan, berarti kondisi tubuh anda melemah, perbanyaklah olahraga. Kalau badan sehat, tulisanpun menjadi berkualitas. Semoga bermanfaat.

Bahasa Hati


Alkisah, dahulu kala dikatakan bahwa semua manusia masih berbentuk cahaya
maka setiap orangpun berbicara dengan bahasa hati, bahasa jiwa, yang berupa pancaran energi
tidak ada salah paham, tidak ada kebohongan, semua saling mengerti
senang susah benci rindu semua terpancar dalam bentuk aslinya
bahasa hati inipun sebenarnya sekarang masih ada
yaitu bahasa antara seorang ibu dengan bayinya melalui senyum dan tatapan mata
yaitu bahasa antara mereka yang sehati,
semisal sepasang kakek nenek yang telah berpuluh tahun saling mencinta.

——————————————————————

Dan tibalah masanya manusia cahaya mulai tertutupi oleh badan kasar yang berasal dari unsur alam
di satu sisi, badan kasar ini memberikan sensasi lebih dalam mengendalikan unsur alam
di lain sisi, badan kasar ini ternyata menghalangi pancaran energi bahasa hati
pancaran energi bahasa hati yang keluar dari mata ternyata tidaklah mencukupi
maka mulailah manusia menggerakkan lidahnya untuk menyatakan bahasa hati
maka mulailah tercipta berbagai bahasa suara
dan untuk memperkuat pancaran energi, manusiapun menggerak-gerakkan tubuhnya
maka terciptalah bahasa tubuh, bahasa ekspresi
dan manusiapun menyatakan bahasa hatinya dengan bahasa suara, bahasa tubuh, dan tatapan mata
sayangnya semua inipun ternyata tidak bisa mengungkapkan keseluruhan bahasa hati
maka mulailah timbul kesalahpahaman antar manusia.

——————————————————————

Dan akhirnya tibalah masanya, pikiran manusia sedemikian maju berkembangnya
bahasa-bahasa lama sama sekali sudah tidak mencukupi lagi
bahasa-bahasa baru berkembang pesat mengikuti kemajuan pikiran manusia
bahasa hukum, bahasa agama, bahasa matematika, dan berbagai macam bahasa lainnya
antara satu dan lain bahasa bahkan tak jarang mustahil bisa saling berbicara
bahkan sesama bahasapun bisa saling bertentangan
maka bahasa hatipun semakin jauh terlupakan
terkotak-kotak oleh berbagai macam pola pikiran
dan bagaikan bandul pendulum,
beberapa bahasa pikiran yang mencoba mengekspresikan kembali bahasa hati
terkadang memang bisa mendekati, tetapi tak jarang pula justru menjauhi
maka timbullah berbagai macam kebohongan dan kebingungan
dan berbagai masalahpun tumbuh subur sulit terpecahkan
hanya mereka yang menyadarinya sajalah yang bisa kembali berbicara dengan bahasa hati
mereka yang bisa melampaui segala macam bahasa pikiran dan bahasa fisik
marilah kita mulai belajar lagi berbicara dengan bahasa hati

Wahai Wanita, Jangan Mau Diajak Pacaran


Ini karena definisi pacaran antara pria dan wanita itu berbeda. Dan perbedaan ini bisa jadi sangat berbahaya. Bagi wanita pacaran berarti komitmen, komitmen tentang perhatian antara kedua belah pihak. Tetapi bagi pria, pacaran adalah komitmen plus (komitmen +), dan plus-nya ini adalah Hak Untuk Menyentuh (HUM).


Pria pasti akan berargumentasi, apa salahnya dengan menyentuh, toh si wanitanya tidak berkeberatan untuk disentuh. Dan disinilah tricky-nya, bagi wanita sentuhan itu diartikan 90% romantis dan minim nafsu, tetapi bagi seorang pria pasti akan menjadi 10% romantis dan sisanya nafsu belaka. Seorang pria yang diperbolehkan untuk menyentuh, pasti akan berusaha keras untuk memanipulasi wanita, membangkitkan nafsu wanita dan mengubahnya dari yang minim menjadi maxim. Tentu saja pria akan selalu menonjolkan romantisme yang cuman 10% saja itu. Dan kalau sudah kebablasan apa yang terjadi? 90% pria akan melarikan diri.

Wanita mudah saja dimanipulasi pria, padahal kalau terjadi apa-apa, pasti pihak wanitalah yang akan dirugikan. Keperjakaan tidak akan membekas kalau hilang, paling hanya akan tersirat di mata yang jalang dan senyum yang mesum terkulum. Tapi kehilangan keperawanan pasti akan sangat membekas, psikologi maupun fisik. Orang boleh saja bilang apa pentingnya keperawanan, terserah saja masing-masing orang punya pendapat sendiri-sendiri. Yang jelas pihak perempuanlah yang akan rugi, apalagi kalau hamil ditinggal lari. Sukur-sukur kalau tidak bunuh diri.

Mari kita perjelas definisi pacaran jaman sekarang dengan gambar berikut:


Pacaran jaman sekarang seperti biasa akan dimulai dengan sebuah komitmen atau jadian. Tetapi ujung-ujungnya kemungkinan besar akan menjadi kumpul kebo. Apalagi jika pihak pria-nya adalah orang yang sudah terbiasa malang melintang di dunia beginian. Dosa neraka mana mereka akan peduli. Oleh karena itu para wanita, haraplah berhati-hati. Tetapkan definisi pacaran mulai sejak awal secara jelas, dan jangan pernah mau dieksploitasi.

Pacaran jaman sekarang sudah jauh berbeda dengan jaman dulu. Etika berpacaran sudah rusak. Manusia itu terdiri dari lahir-batin-pikir. Dahulu, berpacaran bertujuan untuk menyatukan batin. Jika batin sudah menyatu maka dilanjutkan ke tunangan, yang lebih intens dalam menyatukan batin dan pikiran. Bila sudah mantap maka dilanjutkan ke perkawinan yang merupakan penyempurnaan penyatuan lengkap batin-pikir-lahir (akhirnya). Tetapi di jaman sekarang, berpacaran lebih berorientasi ke penyatuan fisik (nafsu), tanpa melibatkan pikir apalagi batin, karena jelas tanpa berpikir panjang dengan segala konsekuensinya dan jelas menodai kesucian batin. Tak jarang yang putus hubungan begitu saja, setelah bosan dan habis-habisan. Ini jelas perbuatan yang bertolak belakang, sesat, dan akan mendatangkan murka Tuhan. Bila kondisinya seperti ini, maka lembaga yang berwenang, MUI misalnya, tak ada salahnya mengeluarkan fatwa haram. Harus diluruskan kembali bahwa pacaran bertujuan untuk mencari kecocokan sebelum pernikahan. Kecocokan akan membawa ketenangan dan kenyamanan. Dan ketenangan akan membimbing sebuah pasangan menuju hidup yang lebih baik. Catatan: Mencari kecocokan adalah lebih penting daripada mencari yang terbaik atau yang sempurna. Karena terbaik adalah ukuran relatif yang mudah berubah, sedangkan sempurna itu tidak ada dan tidak manusiawi sehingga cenderung menimbulkan kekecewaan.

Jadi wahai para wanita, janganlah mau jika ada yang mengajak pacaran. Lebih baik TTM-an saja. Karena dalam TTM-an, tidak ada yang namanya HUM (hak untuk menyentuh). TTM-anlah saja dan kalau cocok langsung saja menikah, tanpa berlama-lama pacaran yang mendekati zina. Percayalah.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Pilih Mana: Dicaci atau Dipuji


Barangkali akan banyak yang mengatakan lebih baik dicaci, karena kalau dicaci kita bisa bla bla bla, sedangkan kalau dipuji justru akan membuat kita bla bla bla bla. Nah kalau saya sendiri mengibaratkan cacian sebagai jamu yang menyehatkan, dan pujian sebagai es sirop yang menyegarkan.

Cacian bisa menjadi sarana yang paling baik untuk introspeksi diri. Sebagaimana jamu, kalau cocok maka jamu akan menjadi minuman yang menyehatkan. Tetapi kalau tidak cocok atau ramuannya tidak pas, maka hanya akan meninggalkan rasa pahit saja. Demikian pula jika kebanyakan jamu, akan membuat perut mulas. Cacianpun begitu, yang cocok boleh diminum secukupnya, yang tidak cocok jangan diminum.

Pujian bisa menjadi sarana yang bagus untuk silaturahmi. Sebagaimana sirop, di saat panas akan sangat menyenangkan minum es sirop, menyegarkan. Hanya harus diingat agar sirop tidak boleh diminum begitu saja, tetapi harus dicampur air putih secukupnya. Kebanyakan sirop tidak enak juga karena terlalu manis bikin pusing kepala, sakit gigi, dan diabetes. Pujianpun begitu, minum secukupnya dengan campuran air putih, sisanya disimpan saja di lemari kapan-kapan kalau perlu diminum lagi.

Dan seperti biasa, kuncinya adalah tidak berlebihan, maka cacian dan pujian pasti akan bermanfaat. Jangan hanya pilih-pilih salah satu saja. Minum keduanya, secukupnya saja. Maka anda akan sehat sentosa.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Negara Ini Fengshui-nya Jelek


Kepada Yth Bapak/Ibu Pakar Fengshui

di Indonesia


Bersama ini saya mohon agar Bapak/Ibu sudi meluangkan waktu dan ilmunya yang sangat berharga itu untuk ikut memikirkan jalan keluar bagi negara ini yang dirundung kemelut tiada habis-habisnya. Segala cara upaya telah dijalankan bangsa ini untuk mengatasi kemelut ini, tetapi sejauh ini ternyata belum ada sedikitpun tanda-tanda keberhasilannya. Maka tidaklah ada salahnya jika Bapak/Ibu bisa ikut memberikan saran solusinya, barangkali melalui Bapak/Ibulah pertolongan Tuhan bisa diturunkan.

Selentingan terdengar kabar bahwa fengshui negara ini ternyata kurang baik, karena negara ini terletak di antara dua benua dan dua samudra. Ibarat rumah yang berada di persimpangan jalan, chi-nya terlalu keras, sehingga manusia kesulitan untuk hidup, sedangkan para makhluk gaib yang jahat malah kesenengan, akibatnya banyak manusia yang kesetanan. Di antara dua benua dan dua samudra ternyata bukanlah suatu keuntungan seperti yang didengung-dengungkan selama ini. Mohon saran dari Bapak/Ibu para pakar fengshui untuk memberikan solusinya agar keuntungan yang ternyata kelemahan ini bisa menjadi keuntungan lagi.

Apakah semua ini ada hubungannya dengan gundulnya pepohonan di Kalimantan, di Papua, di Sulawesi, di Sumatera, di Jawa, dan di pulau-pulau lainnya, sehingga angin jadi bertiup terlalu kencang tanpa penghambat. Juga air jadi tidak mengalir lagi dengan baik. Sehingga siklus angin air di negara ini menjadi kacau, dan akibatnya menjadikan kacau siklus-siklus lainnya, termasuk siklus kehidupan bangsa ini? Mohon Bapak/Ibu bisa memberikan analisanya dan solusi untuk mengatasi semua ini. Agar negara ini bisa sehat kembali gemah ripah loh jinawi aman adil makmur sentosa rukun damai semuanya.

Mohon agar Bapak/Ibu sudi mengabulkan permohonan saya ini biarpun saya bukan siapa-siapa, bukan pejabat ataupun wakil rakyat, bahkan wakil ketua RT-pun bukan. Tetapi untunglah jelek-jelek begini saya seorang kompasianer sehingga bisa menuliskan permohonan ini di kompasiana tercinta ini. Demikian surat permohonan saya, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Hormat saya,


Bangsa yang Susah Maju karena Terlalu Doyan Klenik


Bangsa ini adalah bangsa yang spiritualis, senang dengan perkara agama, tapi tak sedikit pula yang senang dengan perkara klenik. Penglaris, pengasihan, pesugihan, gendam, jimat, santet, babi ngepet, hantu pocong, ilmu kebal, ilmu kewibawaan, adalah topik yang menarik dibahas sehari-hari. Orang tidak sungkan-sungkan untuk mencari ‘pegangan’ kemana saja, mulai dari ke dukun, paranormal, kuburan angker, bahkan sampai ke kiai. ‘Pegangan’ ini digunakan mulai dari untuk bisnis jualan sampai ke bisnis kekuasaan, atau hanya untuk jaga diri keselamatan. Dan ini bukan hanya dilakukan oleh rakyat jelata yang kurang pendidikan saja, melainkan merata bahkan sampai ke para pejabat, seperti yang ditulis oleh salah seorang kompasianer Kibagus Santang.

Kalau melihat ke bangsa-bangsa yang sudah maju, terlihat jelas bahwa mereka lebih fokus ke arah yang rasional ketimbang yang klenik. Ini bukan berarti mereka tidak percaya klenik, belum tentu, bisa jadi mereka juga percaya, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa klenik mereka tidak kalah canggih dari kita. Ilmu klenik biasanya hanya ampuh di lingkungan asalnya sendiri, tetapi akan memudar jika berada di luar lingkungannya. Kemungkinan besar bangsa yang sudah maju hanya memandang klenik sebagai variasi dari kehidupan. Dan fokus mereka tetap ke arah yang rasional, dan karena itulah mereka akhirnya bisa maju.

Menurut saya, inilah sebabnya klenik susah membuat orang maju. Klenik biasanya melibatkan makhuk halus golongan jin. Jin ini dikatakan terbuat dari api. Melibatkan jin dalam kehidupan seseorang akan berimbas menyulut hawa nafsu seseorang tersebut, terutama hawa nafsu amarah yang unsurnya adalah api. Hawa nafsu amarah ini bersifat memberi semangat hidup jika porsinya benar. Tetapi jika terlalu besar, maka hawa nafsu amarah akan menyebabkan egoisme yang berlebihan. Tidak jarang orang yang belajar klenik, hatinya menjadi gampang panas, dan senang berbuat kerusuhan dan kejahatan di masyarakat. Ego yang berlebihan membuat seseorang ingin menang sendiri dan tidak peduli kepada orang lain. Dan ini pasti akan meretakkan keutuhan hidup bermasyarakat dan berbangsa. Mereka tidak peduli merugikan apapun dan siapapun yang penting dia sendiri merasa enak. Sifat egois individualistis ini jelas tidak kondusif bahkan pasti akan menghambat kemajuan bangsa.

Klenik tidak selalu berkonotasi negatif, selama diletakkan di tempat yang benar dengan porsi yang benar. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, dalam arti (menurut saya), semuanya lengkap ada di dalam diri manusia. Ibaratnya adalah, mulai setan sampai malaikat ada di dalam manusia. Juga unsur alam mulai dari benda mati, tumbuhan, dan hewan ada di diri manusia. Segala lapisan alam mulai dari yang paling gaib sampai yang paling kasar ada di diri manusia. Tinggal manusianya sendiri yang memilih yang mana yang akan diaktifkannya atau yang menjadi fokusnya. Apabila segala sesuatu yang ada di diri manusia tersebut bisa dikembangkan secara seimbang dan benar, maka akan sangat berguna untuk mengembangkan hakekat diri sejati dari seorang manusia.

Karena manusia diciptakan Tuhan sebagai manusia, maka harus bertindak sebagaimana seharusnya seorang manusia. Manusia bukan setan, bukan jin, bukan malaikat, bukan benda mati, bukan tumbuhan, dan bukan hewan. Manusia adalah manusia, dan harus punya peri kemanusiaan. Terlalu doyan klenik malah akan menghambat seseorang menjadi manusia yang sesungguhnya, dan pada akhirnya menghambat kemajuan bangsa ini juga. Marilah kita tinggalkan segala macam klenik yang tidak perlu. Cukuplah berdoa ke Tuhan Yang Maha Kuasa dan diiringi ikhtiar kerja, mengolah dunia nyata. Demi kemajuan bersama, demi kemajuan bangsa ini.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Kenaikan Taraf Hidup Polisi dan Tentara Belum Tentu Berdampak Positif Bagi Masyarakat


Itulah yang terlintas di dalam pikiran saya saat melihat seorang tentara muda yang melintas mengendarai sebuah motor yang masih baru dan kinyis-kinyis. Saat ini seorang polisi atau tentara yang baru diangkatpun sudah sanggup untuk mengkredit motor. Jadinya sekarang jarang melihat polisi atau tentara yang naik angkot, bis kota, KA, atau kendaraan umum lainnya. Tidak seperti dulu, karena gajinya kecil, mereka banyak yang naik kendaraan umum.

Keberadaan polisi atau tentara di kendaraan umum, tentu saja membawa perasaan aman bagi penumpang lainnya. Sedangkan sekarang, karena polisi dan tentara jarang yang menggunakan kendaraan umum, maka para premanpun menjadi meraja lela. Tentu saja menurunkan taraf hidup polisi dan tentara bukanlah suatu opsi. Tetapi alangkah baiknya jika polisi dan tentara diwajibkan untuk menggunakan kendaraan umum untuk ke kantor. Pasti akan tercipta suasana aman bagi masyarakat, premanpun akan menyingkir, polisi dan tentarapun akan merakyat kembali.

Hanya sekedar usulan, mohon maaf jika ada salah kata.

Jangan Sampai Niat Baik Voting Malah Berbuah Tidak Baik


Tampilan baru kompasiana termasuk di kolom voting-nya semakin membuat para kompasianer bersemangat untuk memberikan penilaian atas sebuah tulisan. Beragam motivasi pemberian voting tersebut antara lain:

1. Tulisan isinya memang pantas mendapat penilaian
2. Karena teman
3. Karena penulisnya (terkenal/populer/favorit dst)
4. Motif lainnya.

Apapun motifnya tidaklah menjadi masalah karena itu adalah hak asasi, sah-sah saja.
Akan tetapi bagi umat Islam hak asasi tersebut menjadi dilematis jika dihadapkan kepada hadist berikut:

Rasulullah bersabda : “Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam as-Shahihah [273] as-Syamilah)

atau,

Rasulullah bersabda : “Tidaklah sesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan petunjuk kecuali Allah berikan kepada mereka ilmu debat. Kemudian beliau membaca : mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (HR Tirmidzi dari Abu Umamah al Bahily). Sumber dari sini

Ini karena dalam perdebatan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Antara lain: Saling mengejek mulai dari umpatan kasar sampai dengan sindiran halus (bilang kyai atau gus tanpa tahu kebenarannya). Juga menimbulkan sifat sombong yang muncul dalam kata-kata secara kasar seperti “bodoh sekali”, atau yang agak halus seperti “masak gitu aja nggak ngerti”, sampai yang sangat samar seperti “anda hebat karena mengerti apa yang saya maksud”. Nah dalam hal ini mem-voting tulisan yang berpotensi menimbulkan perdebatan akan sama saja artinya dengan menyetujui adanya perdebatan tersebut. Dan ini sangat berlawanan dengan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah. Untuk mereka sendiri yang senang berdebat, adalah sulit untuk dilerai kalau belum terpuaskan. Akan tetapi untuk yang hanya menyimak, ada baiknya untuk membaca dulu dengan teliti sebuah tulisan, apakah berpotensi menimbulkan perdebatan atau tidak. Dan berpikirlah berulang kali sebelum memberikan vote-nya.

Demikian pula untuk yang non-muslim. Biarpun tidak ada aturan yang mengikat, adalah lebih baik jika tidak mem-vote tulisan yang memancing perdebatan, terutama yang menjurus ke kekasaran. Karena mem-vote tulisan seperti ini ibarat orang yang bertepuk tangan melihat orang lain berkelahi, dengan kata lain, menjadi kompor. Kompor gas.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Bangsa Ini Job Desc-nya Kurang Visi Dan Misi


Di dekat rumah saya, ada lapangan parkir milik salah satu universitas ternama. Lapangan tersebut sering dipakai acara, dan seperti biasa, setelah acara berakhir, lapangan berubah menjadi tempat sampah raksasa. Bahkan jika acara itu acaranya para mahasiswa, tetap saja sampah berserakan. Entah bagaimana nasib bangsa ini, bila mahasiswa yang generasi muda calon penerus bangsa inipun ternyata tidak tahu cara membuang sampah yang benar.

Kembali ke topik, biasanya sampah-sampah ini tidak akan langsung dibersihkan setelah acara, melainkan akan dibersihkan sesuai dengan jadwal kerja rutin dari tukang sampahnya. Tugas utama si tukang sampah kelihatannya adalah menyapu jalan, biar jalan selalu kelihatan bersih waktu pembesar kampus lewat pakai mobil. Akibatnya sampah-sampah yang berada di atas rumput taman, terutama yang agak tersembunyi, dibiarkan saja tidak dibersihkan. Mungkin di dalam pikirannya, si tukang sampah menganggap bahwa sampah yang tidak berada di atas jalan atau lapangan parkir adalah bukan tugasnya. Dan sampah yang berada di atas rumput taman adalah tugas si tukang taman.

Jadwal kerja si tukang taman tidaklah rutin seperti si tukang sampah yang menyapu jalan setiap hari. Suatu ketika saya melihat bahwa rumput taman sudah terpotong rapi. Tetapi ternyata, sampah masih berserakan di atas rumput. Mungkin dalam pikiran si tukang taman, sampah adalah tugas si tukang sampah, tugas dia hanyalah memotong rumput.

Satpam rutin berkeliling kampus, melewati jalan-jalan dan taman-taman. Dan tidak ada tanda-tanda sedikitpun bahwa si satpam peduli dengan sampah-sampah itu. Mungkin dalam pikirannya, “tugasku adalah menjaga keamanan, yang lain-lain termasuk sampah bukan urusanku”. Dan akibatnya adalah sampah masih tetap berserakan di atas taman. Mungkin maksudnya dibiarin saja ditabung dulu, dan nanti kalau sudah banyak baru dibersihkan.

Cerita lain adalah kucing mati yang tergeletak di depan pintu gerbang kampus. Si tukang sapu sudah diberitahu dan dia hanya mengangguk saja sambil tersenyum. Dan tetap saja bangkai kucing tergeletak di depan gerbang kampus membusuk selama berhari-hari menyebarkan bau tidak sedap. Padahal tidak jauh dari gerbang ada pos satpam yang cukup besar tempat para satpam berkumpul. Tidak ada yang merasa bertanggung jawab terhadap bangkai kucing, termasuk saya yang melintas setiap hari lewat sana.

Apa yang ada didalam pikiran saya adalah gambaran dari apa yang terjadi di bangsa ini. Betapa banyaknya orang yang saling lempar tanggung jawab. Mulai dari tukang sampah sampai ke pejabat dan wakil rakyat. Jangan-jangan lepas tangan dan saling lempar tanggung jawab sudah menjadi tradisi di sini. Banyak permasalahan yang akhirnya berputar-putar dan berbelit-belit tanpa penyelesaian yang nyata. Bila begini terus apa tidak semakin mengkhawatirkan saja kondisi bangsa ini?

Salah satu penyebab masalah lepas tangan dan saling lempar tanggung jawab ini kemungkinan besar adalah tidak jelasnya job-desc dari para pegawai. Bisa jadi karena jobdesc-nya kurang spesifik atau justru karena terlalu sederhana. Yang jelas adalah bahwa ketidakjelasan jobdesc inilah yang memberikan peluang orang untuk saling lepas tangan dan lempar tanggung jawab. Untuk mengantisipasi hal ini, ada baiknya jika di setiap jobdesc pegawai dicantumkan juga visi dan misi per pegawai. Visi dan misi per pegawai ini adalah break down dari visi dan misi keseluruhan organisasi. Jadi biarpun sulit untuk memberi sanksi berdasarkan visi dan misi yang tidak tercapai, minimal secara moril seseorang bisa dipersalahkan jika melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan visi dan misinya masing-masing.

Contoh, jika di jobdesc dari tukang sampah, tukang kebun, dan satpam disebutkan bahwa ‘menciptakan kampus yang aman, bersih dan sehat’ adalah termasuk visi dan misi mereka, maka ketiga-tiganya bisa ditegur karena membiarkan sampah berserakan di rumput taman dan membiarkan bangkai kucing berhari-hari tanpa dikuburkan.

Ini hanya sekedar usulan dan unek-unek saya saja.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Berebut Shaf Paling Depan


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
“Kalau seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya. Dan kalaulah mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan karena bersegera menuju shalat maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya). Dan kalaulah seandainya mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan dengan mengerjakan shalat isya dan subuh, maka pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan merangkak.” (HR. Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 437)

Saya selalu berusaha untuk tidak hanya mengartikan hadist secara tersurat, tetapi lebih kepada yang tersirat. Termasuk juga dalam hadist keutamaan shaf pertama tersebut. Saya melihat banyak penyimpangan akibat cara penafsiran secara tersurat tersebut, yaitu antara lain:
  1. Adanya orang-orang yang datang belakangan tapi tega melangkahi orang lain karena ingin berada di shaf pertama.

  2. Adanya tempat yang dikosongkan untuk para pejabat di shaf pertama.
Saya meyakini bahwa keutamaan shaf pertama bukan semata-mata karena posisinya, tetapi lebih kepada manfaat datang lebih awal di masjid. Orang yang datang lebih awal menunjukkan niat yang lebih besar dalam beribadah, kemudian dia bisa memanfaatkan waktu luangnya untuk sholat sunah, berdzikir, bertakafur, beritikaf, atau mengaji dan kegiatan beribadah lainnya. Dan juga bisa mencari posisi yang lebih baik dalam mendengarkan khotbah. Menempati shaf pertama juga menunjukkan ketaatan atas perintah merapikan shaf. Ini berpengaruh kepada kesempurnaan shalat berjamaah. Juga agar tidak menghalangi orang yang baru datang ke masjid, karena dahulu pintu masjid umumnya berada bagian belakang.
Nah untuk penyimpangan seperti 2 macam di atas, saya menganggapnya itu disebabkan karena:
  1. Kurang pemahaman manfaat sebenarnya dari shaf pertama. Orang yang datang terlambat, tidak seharusnya berada di tempat paling depan, biarpun dia seorang pejabat penting. Kalau tidak dapat tempat, sepantasnya dia sholat di luar saja di bawah terik matahari. Karena menempati shaf pertamapun tidak ada manfaatnya bagi dia. Malahan hanya mengganggu orang lain saja.

  2. Riya’, ini yang paling berbahaya. Sangat dikhawatirkan jika rasa inilah yang ada di hati orang-orang yang ingin berada di shaf terdepan. Seolah-olah yang berada di shaf terdepan orang-orang pilihan yang dekat dengan Tuhan. Bangga merasa lebih baik dari orang-orang lainnya. Perasaan ini yang paling mungkin menghinggapi para pejabat yang disediakan tempat khusus di depan. Dan para pengurus masjid yang menyediakan tempat khusus berarti ikut andil dalam perbuatan ini. Wallahu a’lam.
Berangkat lebih awal dan duduk di shaf terdepan adalah sangat dianjurkan. Tetapi munculnya riya’ harus selalu diwaspadai dan dimohonkan kepadaNya agar terhindar darinya. Dan jika ternyata sifat riya’ ini tidak bisa dihilangkan atau dikendalikan, maka lebih baik jika untuk sementara tidak usah duduk di shaf pertama. Karena riya’ akan menghanguskan segala amal ibadah kita. Bahkan bisa menghanguskan rasa keimanan kita. Wallahu a’lam.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Memfitnah Nabi Sendiri


Masyarakat kita ini adalah masyarakat yang spiritualis. Biarpun tidak khusus belajar agama, seperti di UIN atau pesantren, masyarakat awampun senang membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan agama. Demikian pula dengan saya yang senang memperdalam agama secara otodidak. Seperti kebanyakan orang, saya belajar agama semata untuk memuaskan keingintahuan dan pencarian diri sendiri. Berusaha menyerap hikmah-hikmahnya sebagai tambahan bekal untuk menghadapi kehidupan ini dan nanti. Dan hampir tak pernah ingat lagi mengenai dalil-dalil lengkap dan detailnya, karena memang tidak pernah berniat untuk menghapalkannya.

Semakin banyak belajar, semakin tumbuh kecintaan saya terhadap agama dan sang penyampainya junjungan saya Rasulullah SAW. Semakin juga menyadari dalam dan luasnya agama ini, sehingga menyadari pula bahwa hanya Rasulullah sajalah yang bisa menjalankan agama ini dengan sebenar-benarnya. Dan kita sebagai umatnya harus bekerja keras apabila benar-benar ingin memahami ‘ruh/jiwa’ yang sesungguhnya dari agama ini. Harus banyak belajar agar bisa menyelaraskan diri dengan ‘ruh/jiwa semangat beragama’ Rasulullah. Agar selalu bisa lurus mengikuti jejak langkah Beliau, tanpa terbelokkan ke kiri atau ke kanan.

Dan agar bisa selaras dengan Rasulullah, alangkah baiknya jika kita umatnya berusaha memahami apa yang Beliau inginkan terhadap umatnya. Yaitu mendalami dan melaksanakan ajaran agama, bukan pemujaan berlebihan tetapi tanpa pengamalan ajaran. Ibarat seorang bapak terhadap anak-anaknya. Sang Bapak pasti lebih senang jika anak-anaknya melaksanakan semua nasehat ajarannya, dan menjadi orang-orang yang benar dan sabar. Sang Bapak pasti akan sedih jika anak-anaknya menjadi tukang berkelahi dimana-mana, mudah tersinggung dan senang melakukan kekerasan. 

Menurut saya, jika kita benar-benar mencintai Rasulullah, maka adalah wajib bagi kita untuk memahami dan mencontoh sunnah Rasulullah secara benar. Yaitu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang diajarkan agama dan memahami ‘ruh/jiwa’-nya, yang dua diantaranya adalah Kedamaian dan Keadilan.

Islam, sebagaimana yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah, sangat menjunjung tinggi kedamaian. Itulah pemahaman saya yang semakin hari semakin saya yakini. Oleh karena itu saya yakin anggapan bahwa Islam itu agama kekerasan adalah keliru. Dan orang-orang Islam yang gemar melakukan kekerasan pada dasarnya adalah orang yang kurang memahami ajaran Islam itu sendiri. Dan kalau Islam dan Rasulullah tidak mengajarkan kekerasan, sedangkan sebagian umatnya justru gemar melakukan kekerasan, bukankah ini berarti menjelek-jelekkan agama sendiri? Termasuk juga pandangan salah bahwa seorang yang murtad harus dibunuh. Mustahil Rasulullah yang penuh cinta kasih menyuruh bunuh orang yang murtad, kecuali jika orang tersebut berbalik menyerang dan membahayakan umat Islam di saat itu.

Islam, sebagaimana yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah, juga sangat menjunjung tinggi keadilan. Oleh karena itu, menurut saya, mustahil Rasulullah menyarankan poligami. Karena poligami pasti akan mengusik rasa keadilan bagi kebanyakan manusia pada umumnya. Rasulullah tidak pernah menyarankan poligami, tetapi memperbolehkannya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disertai dengan persyaratan-persyaratan yang sangat berat. Dan jika ada umatnya yang lalu menyarankan poligami dengan alasan Rasulullah juga melakukannya, bukankah ini berarti memfitnah nabinya sendiri?

Semangat syiar agama memang harus selalu dijaga. Tetapi segala sesuatu yang berlebih-lebihan tidaklah baik. Waspada menjaga niat tulus dari syiar itu jauh lebih penting. Karena tanpa kewaspadaan, seseorang akan mudah terpeleset ke perilaku pembenaran ego belaka, atau bahkan tanpa sadar ternyata telah dipermainkan oleh hawa nafsunya sendiri. Kreatifitas dalam berdakwah itu sangat diperlukan agar tidak timbul kesan membosankan. Akan tetapi lebih penting lagi adalah menjaga agar kreatifitas tersebut selalu bergerak ke arah yang positif, dan tidak malah terperosok ke arah yang negatif.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Menggadaikan Sertifikat Rumah Demi Tahlillan


Kisah ini sudah lama berlalu dan teringat lagi karena akhir-akhir ini banyak kompasianers yang mengangkat tema tahlilan, entah kenapa.  Saat itu salah seorang tetangga saya datang bertamu dan menyodorkan sertifikat rumahnya kepada saya. Dia ingin meminjam uang dengan jaminan sertifikat rumahnya untuk biaya tahlillan meninggalnya ibundanya. Tentu saja saya tidak setuju dan berusaha menasehatinya. Bahwa tidak baik memaksakan diri sendiri. Bahwa selamatan kematian itu tidak ada hukumnya dalam Islam (atau ada…?). Bahwa Rasulullah bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim).

Selanjutnya saya sarankan jika tidak punya biaya sebaiknya berdoa sendiri saja di rumah, tidak perlu mengundang-undang tetangga. Dan seperti yang dapat diduga, tetangga saya menolak nasehat saya. Dia bilang itu adalah bakti terakhir dia kepada ibunya yang wajib dia lakukan, (dan saya yakin bahwa itu pasti bukan alasan yang sebenarnya). Dan karena saya benar-benar tidak setuju, maka saya menolak permintaannya, dan hanya memberikan sumbangan sekedarnya saja. Sebagai catatan tambahan, tetangga saya tersebut tidak mempunyai pekerjaan tetap.

Mengenai tahlillannya sendiri, saya sangat setuju. Tahlilan itu sangat bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda; “Jika kalimat la ilâha  Illa Allâh ditimbang dengan langit dan bumi niscaya kalimat tahlîl itu akan jauh lebih berat timbangannya”. Demikian juga dengan silaturahmi dan menghibur orang yang kesusahan, saya sangat setuju. Manfaat silaturahmi sangat banyak, semua orang mengetahuinya. Demikian juga dengan menghibur orang yang sedang kesusahan. Dan tahlillan adalah salah satu sarana yang bagus untuk bersilaturahmi sekaligus menghibur orang yang sedang kesusahan. Mengenai selamatan kematian… 7 hari pertama, 40 hari, 100 hari, 1000 hari… entahlah… saya pikir itu tidak ada hukumnya dalam Islam. Saya tidak dalam posisi pro atau anti selamatan.

Yang saya prihatinkan adalah apa yang terjadi kepada tetangga saya itu. Kebiasaan masyarakat kita adalah malu dibilang orang miskin, padahal jelas-jelas memang miskin. Dan karena malu dibilang miskin, maka rela melakukan tindakan yang bisa membuatnya bertambah miskin. Persis seperti tindakan para koruptor, yang malu dibilang miskin lalu korupsi, dan akibatnya semakin miskin saja hati dan jiwanya, (maaf agak melenceng dari topiknya…). Tidak bisakah umat muslim yang begitu banyaknya ini mencontoh panutannya yaitu Rasulullah yang hidupnya sangat sederhana tapi kaya dengan hati dan iman?

Apa yang terjadi pada tetangga saya itu adalah tipikal orang-orang yang berniat baik tetapi salah dalam cara pelaksanaannya. Ini seperti menempatkan hal yang baik di tempat yang salah atau kurang baik. Dan ini saya rasa bukan hanya terjadi kepada tetangga saja, dan juga bukan pada perkara selamatan kematian saja, contoh lain: naik haji dengan menjual sawah ladang. 

Adalah tugas dari para ulama untuk meluruskan hal-hal seperti ini. Menurut saya, ulama, ibaratnya seorang chef atau koki, seharusnya tidaklah hanya mengajarkan cara memasak makanan, tetapi juga bagaimana cara menyajikan makanan tersebut. Alangkah sia-sianya jika ada makanan yang lezat, tetapi disajikan di atas piring yang kotor. Maaf jika perumpamaan ini kurang pas. Semoga tidak ada lagi orang yang menggadaikan rumahnya hanya untuk selamatan kematian. Alangkah sia-sianya.

Mohon maaf jika ada salah kata

Bebal Itu Ternyata Menular: (dari sampah ke …)


Beberapa hari yang lalu saya sedang berjalan melewati sebuah jembatan, tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti dan si anak yang dibonceng turun lalu membuang kantong kresek hitam ke sungai. Secara spontan saya lalu nyeletuk: “Lho kok dibuang ke sungai”. Serempak si anak dan bapaknya menoleh ke saya dan memandang dengan pandangan marah yang membuat saya berdiri diam tertegun. Mereka lalu pergi begitu saja tanpa rasa bersalah sama sekali, rupanya si bapak sedang mengantar anaknya ke sekolah karena si anak memakai seragam SD.

Sambil terus berjalan berbagai macam perasaan dan pikiran berkecamuk di diri saya. Sesudah agak reda, pikiran saya akhirnya terfokus ke dua hal:
  1. Si bapak mengajari anaknya berbuat salah. Di sekolah si anak diajari perilaku baik seperti: “Jangan buang sampah sembarangan”, “Kebersihan adalah sebagian dari iman”, “Bersih itu sehat”, tetapi semua itu menjadi sia-sia karena di luar sekolah, orang tua mengajari sebaliknya.

  2. Si bapak mengajari si anak menjadi orang bebal. Si anak pasti mengalami kebingungan antara ajaran di sekolah dan kenyataan di luar sekolah. Ini akan menimbulkan suatu dilema sikap hidup bahwa ajaran kebaikan tidaklah harus dilaksanakan. Bahwa aturan dan peraturan boleh dilanggar. Sikap bebal ini akan membuat orang meskipun tahu bahwa sesuatu itu buruk, dia tetap melakukannya. Dan meskipun sesuatu itu baik, dia tetap tidak mau melakukannya karena tidak adanya kesadaran.
Akibat kejadian ini saya mulai teringat lagi kejadian-kejadian serupa sebelumnya. Dimana saya pernah menegur seorang ibu berseragam dinas karena membuang botol minuman ke semak-semak padahal tak jauh dari dia ada tempat sampah, dan dia hanya melihat saja ke saya dengan pandangan kosong. Juga dimana saya sering melihat orang membuang sampah dari mobil mewah ke jalan raya. Lapangan yang berubah menjadi tempat sampah sehabis dipakai acara. Bahkan mahasiswa yang calon penerus bangsa inipun banyak yang menyisakan sampah, setiap kali habis mengadakan acara. Dan akhirnya ke diri saya sendiri yang terkadang juga suka membuang sampah sembarangan.

Saya perokok, biarpun bukan perokok berat. Puntung rokok selalu saya buang ke tempat sampah. Tetapi terkadang kalau tempat sampah tidak ada, sedangkan di depan mata tampak banyak puntung rokok berserakan, akhinya tergoda juga untuk ikut membuang ke sana. Pembenarannya: tambah satu puntung lagi kan tidak berpengaruh banyak. Bahkan seringkali jika merokok beramai-ramai, saya sering ditegur teman: “Untuk apa cari tempat sampah, buang aja di situ, nanti kan ada yang nyapu”. Kesimpulan saya: Lingkungan yang bebal akan membuat orang ikutan bebal. Bebal ternyata menular.

Nah, jika bebal menular, maka saya curiga bahwa menularnya bukan hanya dari orang ke orang, atau dari lingkungan ke orang, tetapi juga dari satu sikap hidup ke sikap hidup lainnya. Bebal menular ke segala arah, horisontal maupun vertikal. Mula-mula biasa membuang sampah sembarangan, berkembang biasa melanggar aturan lalu lintas, dan terus berkembang sesuai kebutuhan dengan pembenarannya masing-masing. Koruptor kelas kakap kemungkinan besar dulunyapun juga orang baik-baik yang akhirnya tertular penyakit bebal, dan sekarang dialah yang sibuk menularkan penyakit tersebut.

Kata bebal mengingatkan saya kepada keledai. Katanya, keledai punya sifat bebal, jika didorong maju dia malah ingin mundur dan sebaliknya. Agar dia mau maju maka harus dipaksa, atau dimanipulasi yaitu pura-pura didorong ke belakang agar mau maju. Masalahnya, manusia bukanlah keledai, sekali dua kali mungkin masih bisa dimanipulasi, tetapi lama kelamaan pasti akan tahu dan tidak bisa dimanipulasi lagi. Jadi menurut hemat saya, maaf jika salah, untuk melawan sifat bebal manusia satu-satunya jalan adalah dengan cara dipaksa. Himbauan akan percuma saja, mereka tidak akan peduli. Ini berarti bahwa setiap peraturan harus ditegakkan secara tegas tanpa kompromi, karena kompromi justru akan menghambat pencapaian output yang diinginkan.

Kembali ke kebiasaan buang sampah sembarangan, jika perkara yang mendasar ini saja pemerintah tidak bisa mengendalikan, bagaimana mungkin bisa menyelesaikan masalah yang lebih pelik, seperti korupsi itu misalnya. Sistem pembuangan sampah seharusnya dibuat se-efektif dan efisien mungkin, sehingga tidak ada alasan susah buang sampah lagi. Peraturan dan hukuman buang sampah sembarangan dipertegas, termasuk sosialisasinya dipergencar, sehingga tidak ada alasan tidak tahu lagi. Polisi, sekuriti, dan para atasan diberi tugas tambahan untuk mengawasi sampah di lingkungannya masimg-masing. Dan ada baiknya mencontoh kota Surabaya yang bisa membersihkan sempadan sungai dari segala macam bangunan, agar sungainya menjadi bersih indah lagi. Tidak kalah dengan indahnya sungai-sungai di luar negeri yang sering kita lihat dari TV.

Marilah kita perangi bersama penyakit bebal ini. Dimulai dari saling mengingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Mari kita budayakan lagi pola hidup sehat bersih tanpa sampah. Karena mungkin dengan membereskan perkara kebebalan di kebiasaan buang sampah, maka perlahan-lahan kebebalan di sektor lain-lainnyapun bisa dibereskan, termasuk korupsi itu tadi.

Mohon maaf jika ada salah kata

Gelar Haji Sebaiknya Dilarang Saja


Sebagaimana artikel pertama saya yang mempertanyakan gelar ustad, standarisasi dan pengawasan kualitasnya. Maka gelar haji inipun sudah lama mengganggu pikiran saya mengenai manfaat dan mudharatnya.

Menurut pemikiran saya pencantuman gelar haji ini dimulai sejak jaman dulu, dimana naik haji tidaklah semudah jaman sekarang. Dahulu perjalanan haji ditempuh dengan kapal laut selama berbulan-bulan. Orang yang berangkat haji boleh dibilang sama dengan bertaruh nyawa. Oleh karena itu haji jaman dahulu benar-benar mencerminkan kadar kualitas dari keimananan seseorang. Dan biasanya jika seseorang sudah berniat haji, maka dia benar-benar mempersiapkan dirinya dengan belajar banyak ilmu agama sebelumnya, sehingga sesudah pulang haji, beliau benar-benar bisa menjadi panutan bagi orang sekitarnya. Dan pada saat hajipun tak jarang yang sambil menimba ilmu di sana. Kesulitan naik haji di jaman dahulu telah menseleksi orang-orang yang berangkat haji adalah orang-orang yang serius menekuni dunia agama. Begitulah kualitas haji di jaman dahulu.

Di jaman sekarang, haji sudah bukan perkara yang seberat jaman dulu lagi. Siapapun yang punya uang bisa berangkat haji. Bahkan haji plus sudah serasa wisata ke luar negeri saja. Maka hajipun kembali ke esensi asalnya, yaitu sebagai rukun Islam ke 5. Berangkat haji adalah merupakan suatu pemenuhan kewajiban bagi mereka yang mampu, bukan lagi menunjukkan kualitas dari mereka yang berangkat haji.
Mengingat hal tersebut di atas, maka pencantuman gelar haji menjadi patut dipertanyakan, karena sudah tidak relevan lagi di masa sekarang ini. Sangat dikhawatirkan bahwa pencatuman gelar haji malah akan menimbulkan lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Karena manfaat gelar haji sudah sangat jauh berkurang dibandingkan dengan jaman dahulu. Sedangkan mudharatnya semakin bertambah banyak, yaitu antara lain:
  1. Untuk bangga-banggaan dan menyombongkan diri sendiri.

  2. Untuk menaikkan status sosial. Dalam hal ini saya malah lebih respek ke Pak Harto yang naik haji di usia lanjut, yang menunjukkan bahwa beliau tidak memanfaatkan gelar hajinya untuk menarik simpati massa, terlepas dari baik buruk atau benar salah dari tindakan beliau lainnya.

  3. Untuk keperluan bisnis. Baik bisnis yang jujur, yang abu-abu, maupun bisnis yang bermoduskan penipuan

  4. Untuk mencuci nama atau menutupi keburukan diri. Betapa banyak cerita tentang haji yang menjadi dalang kejahatan, atau yang melakukan perselingkuhan, atau tindakan amoral lainnya. Terlepas dari benar tidaknya berita tersebut.

  5. Untuk hal-hal yang tidak penting lainnya, yang tidak berkaitan dengan tujuan dari ibadah haji itu sendiri.
Marilah kita kembalikan ibadah haji kembali ke fitrahnya, yaitu sebagai rukun Islam ke 5, sama seperti ke 4 rukun Islam lainnya. Jangan gunakan gelar haji lagi di depan nama. Mari kita luruskan kembali moral bangsa ini. Mungkin dengan demikian, fenomena kehebohan haji di Indonesia bisa jauh dikurangi, dan kembali ke level yang sewajarnya saja.

Maaf jika ada salah kata.

Gerakan Presiden Non-Jawa


Saya orang jawa. Tetapi saya mendukung Gerakan Presiden Non-Jawa (jika ada…). Minimal ada dua alasannya:
  1. Untuk lebih memperkuat lagi persatuan Indonesia. Di saat yang sulit yang dialami bangsa ini seperti sekarang ini, maka yang diperlukan adalah persatuan yang semakin kuat agar semakin mudah menyelesaikan masalah. Sebaliknya perpecahan harus dihindari sejauh mungkin. Isu dominasi jawa disangkal atau tidak, adalah ada, baik yang dibicarakan dengan lantang ataupun yang bisik-bisik. Isu ini harus dihilangkan. Menjadi presiden adalah hak semua warga negara, dan ini harus dibuktikan biar tidak ada keraguan lagi. Dan terutama untuk menumbuhkan rasa keadilan dan persatuan.

  2. Untuk memberikan angin segar perubahan. Memang tidak ada jaminan bahwa perubahan akan membawa kemajuan yang lebih baik, tapi tanpa dicoba siapa yang akan tahu.  Yang jelas apa yang terjadi sekarang ini rasanya cukup memprihatinkan. Kemajuan yang diharapkan terasa berjalan lamban. Jangankan berlari, rasanya jalan saja sudah tertatih-tatih, sangat dikhawatirkan kalau akan diam, atau bahkan berjalan mundur. Maaf jika apa yang saya rasakan ini tidak benar. Kita perlu angin segar perubahan. Saya sama sekali tidak percaya jika dikatakan bahwa etnis non-jawa belum siap menjadi presiden. Saya yakin, siapapun presidennya, pasti akan berhasil jika didukung oleh segenap warga Indonesia, terutama oleh para pembantu presidennya. Dan siapapun presidennya, sepandai apapun dari etnis apapun, pasti tidak akan berhasil, jika tidak didukung oleh rakyat Indonesia, jika dikhianati oleh para pembantunya, jika disabotase oleh kawan-lawan politiknya. Memang penting mempunyai presiden yang pintar jenius, tetapi lebih penting lagi presiden yang amanah tulus.
Demikian alasan saya untuk mendukung Gerakan Presiden Non-Jawa (jika ada…). Marilah kita bersatu padu membuktikan bahwa bangsa ini memang satu kesatuan tak terpisahkan. Marilah kita pilih presiden non-jawa, dan kita dukung bersama hingga terbukti bahwa bangsa ini memang bisa bersatu, kuat dan berjaya.

Mohon maaf jika ada salah kata.

Ustad Ceramah Ngawur?


Kemarin waktu ceramah sholat jumat, si ustad khatibnya menceritakan bahwa Rasulullah adalah orang yang pandai berdagang. Sampai di sini semua oke-oke saja. Selanjutnya dia menceritakan bahwa Rasulullah biasa membagi hasil perdagangannya menjadi 3 bagian: 1 bagian untuk disumbangkan ke agama, 1 bagian untuk keperluan pribadi, dan 1 bagian untuk modal dagang. Katanya, dengan demikian Rasulullah bisa menjaga keseimbangan antara keperluan agama, keperluan pribadi, dan keperluan perdagangannya.
Nah, di sini mulai terasa tidak okenya. Mungkin maksud si ustad baik, tapi ceritanya ini mengundang pertanyaan dalam otak saya:
  1. Kalau tujuannya agar modal dagang tidak berkurang, maka harga barang harus dinaikkan menjadi 3 kali lipat. Misal beli barang A harga Rp 1000, maka harus dijual seharga Rp 3000. Seribu untuk agama, seribu untuk pribadi, dan seribu untuk beli barang A lagi. Ini jelas tidak masuk akal. Mana ada barang dijual 3 kali lipat. Pasti tidak akan laku. Jaman sekarang profit margin 50% sudah termasuk hebat luar biasa. Kecuali mungkin barang-barang tertentu yang tidak umum.

  2. Pengeluaran pribadi dipatok 1/3 bagian. Kalau penghasilan kecil, ini masih masuk akal. Lha kalau penghasilannya sebulan 3 M, apa pengeluaran pribadi 1 M. Jelas ini tidak mengajarkan pola hidup sehat yang sederhana.
Kesimpulan saya, si ustad ini mengada-ada. Lalu begitu pulang, saya cari di google tentang hadist ini, dan saya tidak menemukannya sama sekali. Jadi saya semakin yakin kalau si ustad ini mengada-ada. Apa yang dia katakan adalah tidak benar. Kalau yang dia katakan adalah dari pikirannya sendiri, maka dia telah membuat hadist palsu. Kalau dia mendengar dari orang lain, maka berarti dia meneruskan hadist palsu. Yang jelas, dia menyampaikan sesuatu yang dia tidak pahami, dan akibatnya bisa menyesatkan orang lain.

Menurut saya, ustad-ustad seperti ini haruslah diberi peringatan olah pihak yang berwenang, entah siapa saya tidak tahu, mungkin MUI atau lainnya. Saya merasa semakin banyak saja ustad-ustad yang sok pinter ngomong ngawur bahkan terkadang nyerempet-nyerempet cabul hanya sekedar untuk mencari popularitas. Ini sangat memprihatinkan dimana ustad yang seharusnya menjaga akidah Islam, malah sibuk berceramah hanya untuk urusan perut dan mengisi pundi-pundi pribadi. Bagaimana ini…???

Simfoni Yang Sumbang

Ibarat musik, seharusnya negara ini bagaikan sebuah orkestra raksasa yang menghasilkan simfoni yang indah.

Tetapi apa kenyataannya?

Negara ini adalah sebuah orkestra yang berantakan.
Yang menghasilkan simfoni yang sumbang.
Dipimpin oleh konduktor yang tidak becus.
Dipenuhi musisi yang asik dengan irama berhala.
Dengan alat musik yang rombeng dan tidak tertala.
Diiringi para penyanyi latar yang kebingungan dan asal bunyi, melengkapi kekacauan.

Dan inilah nada-nada sumbang itu:
  • Wakil yang tak tahu diri(2012). Semua orang juga tahu bahwa seorang wakil seharusnya lebih mendahulukan kepentingan dari yang diwakilinya, dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri. Terlebih lagi wakil rakyat, yang karena misi idealis yang diembannya, seharusnya bahkan rela mengorbankan kepentingannya demi rakyat, rela mengorbankan hartanya demi rakyat, rela menjadi lebih miskin demi rakyat. Tetapi itu tidak terjadi di negeri ini. Menjadi wakil rakyat dipandang sebagai lapangan kerja yang menggiurkan, rebagai tempat berinvestasi bisnis, sebagai peluang untuk kaya raya menikmati hidup seluas-luasnya, menjadikan rakyat sebagai objek untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang tidak semua wakil rakyat seperti itu, tapi apa artinya segelintir orang dibandingkan dengan satu sistem keseluruhan. Siapapun tahu bahwa politik uang hanya haram di teori, tetapi wajib diprakteknya. Andai saja para wakil rakyat itu tidak digaji besar, tidak diberi fasilitas berlimpah, tidak diberi akses apapun terhadap segala bentuk keuangan dan kekuasaan, pasti jarang orang yang mau berebut menjadi wakil rakyat. Dan orang-orang yang mau menjadi wakil rakyat, pastilah orang-orang yang idealis, yang akan berbuat yang terbaik bagi rakyat. Tidak seperti sekarang ini.
  • Polisi yang asik menyiksa rakyat(2012) (terkadang bahkan sampai membunuh). Padahal tugas polisi adalah melindungi rakyat, polisi pengayom masyarakat katanya. Dalam prakteknya jelas bahwa polisi lebih mengayomi anggotanya sendiri, dibandingkan mengayomi rakyat. Mereka cenderung melindungi korpsnya sendiri dibanding melindungi rakyat. Ini tidak perlu ditutup-tutupi karena memang terlihat jelas. Dalam kenyataannya, pasti dalam hati mereka terbersit perasaan bahwa mereka adalah golongan yang lebih tinggi dari rakyat biasa. Ini jelas terlihat dari sikap arogan mereka, selalu ingin menang sendiri, benar sendiri, sewenang-wenang, sok kuasa, kasar, dan tidak punya hormat sopan santun terhadap rakyat biasa. Ini terlihat dari praktek-praktek penyiksaan yang selalu mereka lakukan dalam interogasi. Memang tidak semua polisi itu bejat, tetapi jelas citra polisi di masyarakat adalah preman, preman berdasi, preman resmi. Ditutup-tutupi seperti apa, atau diberi pencitraan seperti apapun, tetap tidak ada pengaruhnya. Karena bau busuk akan selalu keluar. Selama kebusukan di dalam korps polisi tidak diamputasi, mulai dari keroco sampai ke jenderalnya, maka citra polisi tidak akan pernah menjadi baik. Hampir-hampir tidak ada lagi orang yang percaya kepada profesionalitas kepolisian. Adalah ungkapan umum bahwa: kehilangan ayam lapor polisi bakal kehilangan kambing, kehilangan tape mobil lapor polisi bisa kehilangan mobilnya. Hampir semua orang yang pernah bermasalah dengan polisi akan meng-amin-i hal itu. Dan entah kutukan apa yang terjadi pada negeri ini, sehingga, kelakuan yang sama, arogansi yang sama, berlaku kepada hampir semua instansi pemerintah yang mengaku sebagai abdi masyarakat. Hanya saja kepolisian memang yang paling parah. Demokrasi kita adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk pejabat, dan semua siksaan dan kesalahan adalah untuk rakyat.
  • Keadilan yang rusak(2012). Pencuri sandal diancam hukuman lima tahun, sedangkan koruptor ratusan milyar mendapat hukuman ringan bahkan ada yang tidak sampai setahun. Ini jelas-jelas tidak adil, orang gnblokpun tahu. Tapi apa yang dilakukan para pakar hukum kita yang jenius-jenius itu? Tidak ada tindakan nyata. Bahkan ada yang bilang bahwa sistem hukum di negara ini sudah baik, dan hanya Tuhan yang tahu kenapa bisa ada pelencengan seperti ini. Jelar ini komentar yang bodoh, jelas sistemnya bobrok, masih dibilang baik. Hakim Agung, Jaksa Agung, bahkan Presidenpun diam saja terhadap ketidak adilan ini. Padahal bukankah ini tanggung jawab mereka untuk menjaga keadilan di negeri ini? Apabila ada kesempatan, saya ingin menuntut mereka karena pembiaran terjadinya ketidak adilan di negeri ini, karena ketidak becusan mereka untuk membuat sistem hukum yang benar-benar adil. Neraca keadilan di negeri ini benar-benar sudah rusak kacau balau. Anak timbangan yang seharusnya adalah kebenaran, ditambahi dengan uang dan kekuasaan. Tak jarang bahkan kebenaran disingkirkan, yang ditimbang hanyalah uang dan kekuasaan. Sungguh para penegak keadilan yang seperti itu benar-benar tidak takut panasnya api neraka. Tidak akan ada keadilan selama ada uang yang terlibat di dalamnya, walaupun hanya satu sen. Dan orang-orang yang menerima uang dalam penegakan keadilan pasti kelak akan dibakar di neraka.
  • Melencengnya makna amanah(2012). Hal yang umum bila seseorang mendapat jabatan baru yang lebih baik, akan mengatakan bahwa dia menerima amanah dan merasa berat karenanya. Tetapi itu hanya basa-basi saja yang sama sekali tidak bermutu. Dalam prakteknya, mereka menganggap bahwa amanah itu adalah: bahwa mereka berhak untuk mendapat gaji lebih, penghormatan lebih, menggunakan fasilitas yang disediakan, memanfaatkan segala peluang yang ada untuk meningkatkan taraf hidup, memuaskan semua keinginan, berbuat sesuka apapun selama masih aman. Dan dalam h`l pekerjaan, yang penting mereka telah melaksanakan semua tugas sesuai dengan prosedur, tak peduli apakah hasilnya bermanfaat atau malah membuat mudharat. Mana mereka peduli bahwa amanah artinya adalah "memenuhi apa yang dititipkan atau tanggung jawab yang dibebankan dengan jujur dan lurus". Atau secara singkat amanah berarti beban, bukan rahmat atau rejeki. Tapi yang ada di otak mereka adalah bahwa amanah adalah rejeki atau bertambahnya kenikmatan, dan ini sesat sekali. Di negara yang penuh masalah ini, seorang pemimpin yang amanah tidak akan sempat memikirkan dirinya sendiri, apalagi memperkaya dirinya sendiri. Waktunya akan habis untuk memikirkan dan mengurusi rakyat yang dipimpinnya, mana mungkin dia akan memperkaya diri sementara rakyat yang menjadi amanahnya belum hidup enak. Melihat tingkah para pemimpin dan wakil rakyat di negara ini, jelas hampir semuanya bukan orang yang amanah. Apalagi kalau melihat ulah para pejabat yang sibuk kawin siri dengan artis, mana mungkin dia akan mengurusi rakyat dengan benar, kalau dia sibuk mengurusi syahwatnya. Bahkan sudah jamak kalau para pejabat yang mestinya membantu rakyat, malah mempersulit rakyat. Menjadi raja-raja kecil yang menuntut upeti, memanfaatkan jabatan untuk mengeruk uang rakyat. Benar-benar tidak amanah dan tidak tahu malu. Dan sifat tidak amanah ini menular dengan mudah dan cepat ke orang-orang di bawahnya. Sampai-sampai sering terlihat sopir mobil plat merah yang ugal-ugalan membawa mobil kantor, tidak peduli kalau tingkahnya bisa merusak mobil fasilitas negara, dan membahayakan orang lain. Benar-benar kelakuan yang tidak amanah, dan seperti biasa, hal yang buruk cepat menyebar di masyarakat, sedang hal yang baik susahnya luar biasa.
  • Menghilangnya pemahaman tentang uang haram(2012). Batasan tentang mana uang haram mana uang halal semakin rancu di masyarakat. Orang-orang lebih menekankan kepada apakah uang tersebut aman atau tidak. Orang sudah kurang peduli apakah uang ini halal atau haram, yang penting aman. Kalaupun ada yang masih peduli, maka banyak juga yang mencari pembenaran bahwa uang yang didapat pasti halal, apalagi jika jumlahnya benar. Susah untuk mencari orang yang sungguh-sungguh berusaha untuk mencari tahu apakah uang yang didapatnya halal atau haram. Alasan klasik adalah kebutuhan hidup, hidup itu susah sehingga tidak apa-apa menerima uang abu-abu, yang penting dizakati untuk membersihkan atau minimal mengurangi balaknya. Ini jelas perbuatan membodohi diri sendiri, mencoba menipu Tuhan, sesuatu hal yang mustahil. Dikatakan uang itu haram adalah karena uang itu tidak aman. Di akhirat kelak jelas uang haram pasti tidak akan aman, sedangkan di duniapun juga belum tentu aman. Hanya saja manusia seringkali mudah dibodohi oleh hawa nafsunya sendiri, diperbudak oleh syahwatnya sendiri, dicucuk hidung oleh setan, sehingga otaknya tumpul tidak bisa berpikir panjang. Uang haram adalah uang panas karena akan membawa manusia ke neraka akhirat maupun neraka dunia. Uang haram akan membawa mudharat bagi dirinya sendiri terutama, kemudian bagi keluarganya, dan akhirnya bagi masyarakat luas. Manusia yang sehat dan waras lahir batin tidak akan mau menerima uang yang bukan haknya. Tidak akan mau menerima uang yang didapat dengan jalan yang tidak benar. Karena uang seperti itu sama sekali tidak barokah, bahkan akan membawa balak, mala petaka celaka, dan penyakit baik lahir maupun batin.
  • Budaya dholim(2012). Dholim mempunyai banyak arti termasuk "berlebih-lebihan dan menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya". Salah satu contoh sederhana dholim adalah: disenggol balas mencubit, dicubit balas memukul, dipukul balas menembak. Kelakuan dholim biasanya dilakukan oleh orang yang merasa dirinya "lebih" terhadap orang yang dipandangnya "kurang". Budaya ini banyak berkembang di masyarakat kita, baik golongan bawah maupun golongan atas. Budaya ini menjadikan bangsa ini profesionalitasnya dipandang rendah oleh bangsa lain di dunia, karena kelakuannya yang berlebih-lebihan dan tidak objektive, yang menunjukkan rendahnya tingkat kedewasaan suatu bangsa. Bangsa ini harus dididik kembali agar dalam segala hal dapat berkelakuan yang wajar, tidak berlebih-lebihan, apalagi dholim yang menjurus ke kekejaman. Perbuatan dholim atau berlebih-lebihan, pasti akan menimbulkan selisih karma. Selisih karma ini pasti akan dibayar entah di dunia ini, atau di akherat kelak, baik itu karma baik atau pahala, maupun karma buruk atau dosa. Mustahil seseorang yang berbuat dholim akan lepas bebas begitu saja, karena itu adalah suatu hukum alam. Hukum karma adalah hukum kekekalan energi yang berlaku di dunia spiritual, dimana energi maupun karma tidak mungkin hilang begitu saja. Hukum kekekalan energi dan hukum karma adalah termasuk hukum yang menjaga keseimbangan alam, lahir maupun batin. Karena tanpa keseimbangan, maka alam semesta ini sudah lama musnah.
  • Masyarakat yang senang berebut, bukannya antri bergantian(2012). Ini terlihat jelas di jalan-jalan. Orang-orang senang berebut jalan, dan merasa rugi jika memberi jalan orang lain. Tidak peduli jika ulahnya menambah kemacetan. Dan ini diperparah dengan perasaan bahwa itu adalah hal yang normal karena semua orang juga melakukannya. Ini adalah sikap bodoh yang dipelihara, dan karena dipelihara, maka kebodohan akan menjadi nyata, dan benar-benar akan menghasilkan masyarakat yang bodoh.
  • Etika berpacaran yang rusak(2012). Manusia terdiri dari lahir-batin-pikir. Dahulu, berpacaran bertujuan untuk menyatukan batin. Jika batin sudah menyatu maka dilanjutkan ke tunangan, yang lebih intens dalam menyatukan batin + pikiran. Bila sudah mantap maka dilanjutkan ke perkawinan yang merupakan penyempurnaan penyatuan lengkap batin-pikir-lahir (akhirnya). Tetapi di jaman sekarang, berpacaran lebih berorientasi ke penyatuan fisik (nafsu), tanpa melibatkan pikir apalagi batin, karena jelas tanpa berpikir panjang dengan segala konsekuensinya dan jelas menodai kesucian batin. Tak jarang yang putus hubungan begitu saja, setelah bosan dan habis-habisan. Ini jelas perbuatan yang bertolak belakang, sesat, dan akan mendatangkan murka Tuhan. Bila kondisinya seperti ini, maka lembaga yang berwenang, MUI misalnya, tak ada salahnya mengeluarkan fatwa haram. Harus diluruskan kembali bahwa pacaran bertujuan untuk mencari kecocokan sebelum pernikahan. Kecocokan akan membawa ketenangan dan kenyamanan. Dan ketenangan akan membimbing sebuah pasangan menuju hidup yang lebih baik. Catatan: Mencari kecocokan adalah lebih penting daripada mencari yang terbaik atau yang sempurna. Karena terbaik adalah ukuran relatif yang mudah berubah, sedangkan sempurna itu tidak ada dan tidak manusiawi sehingga cenderung menimbulkan kekecewaan.
  • Lunturnya budaya saling menasehati(2012). Sekarang orang menganggap dinasehati sama dengan dimarahi. Padahal manusia adalah tempatnya lupa, sehingga saling menasehati adalah suatu kebajikan agar manusia terjaga dari terjerumus ke kesesatan, dan ini adalah ajaran agama. Tetapi sekarang banyak orang yang merasa selalu benar, dan merasa malu kalau dinasehati, bahkan maunya menasehati terus. Situasi bertambah sulit karena di satu sisi orang semakin sulit dan tidak mau dinasehati, dan di lain sisi orang sudah mulai kehilangan seni menasehati, sehingga nasehat menjadi terkesan kasar dan hanya menjadi pelampiasan amarah belaka. Lunturnya budaya saling menasehati ini membuat keburukan menjadi lebih cepat menyebar tanpa ada mekanisme yang bisa menahannya lagi.
  • Adab memandang mata orang lain yang terlupakan(2012). Tidak jarang orang memandang mata orang lain terus, dan dia mengharapkan (bahkan terkadang menuntut) untuk disapa terlebih dulu. Ini adalah adab yang salah dan sangat tidak sopan. Seseorang yang memandang mata orang lain terlebih dulu, maka dia harus menyapa terlebih dulu. Tetapi orang sekarang sudah tidak ingat adab ini lagi. Banyak orang mentntut untuk disapa terlebih dulu, padahal dia melihat lebih dulu. Mereka menuntut disapa karena alasannya sendiri, antara lain: merasa lebih kaya, lebih terhormat, lebih kuat, lebih tinggi kedudukannya, dan lebih-lebih lainnya termasuk karena merasa lebih tua. Apapun alasannya, maka yang melihat lebih dulu harus menyapa lebih dulu, dan ini adalah satu alasan diantara banyak alasannya: Seseorang melihat orang lain karena dia merasa kenal dengan orang itu, sedangkan yang dilihat belum tentu merasa kenal dengan orang yang melihat, maka disini yang melihat dululah yang harus menyapa lebih dulu karena dia yang ingat lebih dulu. Ini adalah hal yang logis dan sangat normal. Adab memandang mata bukanlah hal yang sederhana karena bisa memicu timbulnya masalah besar. Perlu pemahaman dan aturan tertentu dalam memandang mata seseorang. Memandang mata lawan bicara adalah suatu keharusan, ini untuk menunjukkan perhatian dan rasa hormat. Memandang mata seseorang tanpa tujuan tertentu bisa menyinggung perasaan dan memicu salah paham yang sama sekali tidak penting dan tidak perlu terjadi. Hanya orang bodoh yang senang membuat masalah yang tidak perlu. Dan inilah urutan memandang mata:          _______________________________________________________________                     -<     jahil                usil                 iseng               perhatian                empati     >+
  • Melupakan makna hidup(2012). Dunia semakin lama semakin sibuk. Semakin susah bagi manusia untuk meluangkan sedikit waktunya untuk merenungkan makna dari hidup ini. Bahkan waktu ibadah wajibpun diusahakan seminimal mungkin. Kehidupan yang semakin materialistis menyeret manusia tanpa sadar memasuki pola pikir yang menjauh dari kehidupan spiritualitas. Lupa bahwa manusia sebesar apapun sekuat apapun jika tanpa jiwa (spirit) hanyalah akan menjadi seonggok daging belaka, yang segera akan membusuk menjadi makanan belatung. Bahwa jiwalah yang sejatinya manusia itu, bukan tubuh ini. Bahwa jiwa hidup abadi, sedangkan badan segera akan melemah dan musnah kembali ke alam. Kebanyakan manusia sekarang sibuk mengisi hidupnya dengan bersenang-senang, memanjakan tubuh dan nafsunya. Ada yang lebih baik, yaitu yang sibuk mengisi hidup dengan kegiatan yang mereka anggap "berguna", bekerja keras misalnya. Padahal yang dianggap "berguna" tersebut kemungkinan besar masih dalam taraf memuaskan hawa nafsu juga, tetapi nafsu yang lebih halus, misalnya keinginan untuk dipuji atau diakui orang lain. Jarang ada orang yang benar-benar memikir renungkan tujuan dan makna hidup ini. Kenapa Tuhan membuat hidup ini? Untuk apa sebenarnya manusia diciptakan? Apakah untuk bersenang-senang? Atau untuk saling bermusuhan dan saling membunuh satu sama lain? Apakah hidup akan berhenti untuk dunia saja? Atau hidup ini untuk tujuan akhirat kelak? Setiap manusia bisa jadi mempunyai jawaban yang berbeda tentang makna hidup. Itu wajar karena setiap manusia adalah unique, tidak perlu dipertentangkan. Yang penting adalah bahwa setiap manusia harus mengaktifkan kehidupan spritualnya, merenungkan makna hidup ini. Karena kalau tidak, dia akan terjebak dalam kehidupan materialistis, yang akan merusak dirinya dan merusak lingkungan sekitarnya.


to be continued...
[Ke Atas]